01 November 2008

Keanekaragaman Hayati Indonesia Belum Termanfaatkan untuk Kesejahteraan

Oleh : Andy Jauhari

Julukan sebagai negara "bio-diversity" bagi Indonesia, yang diberi karunia Tuhan dengan berlimpah kekayaan sumberdaya alam (SDA), tanahnya subur, agaknya tidak serta-merta membuat negeri ini aman dari ketercukupan pangan bagi penduduknya. Kegundahan dilontarkan oleh Dr Ir Aca Sugandhy, M.Sc, ilmuwan yang pernah menjabat Asisten Menteri I LH/Deputi I Bapedal, atas kekayaan keanekaragaman hayati yang ada itu, yang dinilainya belum mampu termanfaatkan bagi kesejahteraan bagi rakyat.

"Masih terbatas pada penemuan spesies baru saja, padahal kekayaan sumberdaya hayati itu mestinta bisa mensejahterakan rakyat," katanya pada diskusi panel bertajuk "Sumberdaya Hayati dan Pertanian: Mengapa Potensi Hayati Belum Termanfaatkan".


Kegiatan yang digelar bersama Pusat Penelitian Biologi (P2B) LIPI, Plant Resources of South East Asia Association (Prosea) dan Naturae Indinesiana (Naturindo) di Bogor, Jawa Barat, Kamis (22/5) itu bertepatan dengan Hari Keanekaragaman Hayati Internasional.

Ia menyayangkan tidak begitu dipedulikannya arti penting Hari Keanekaragaman Hayati Internasional itu di Indonesia, yang terkesan sepi, padahal hajat hidup ratusan juta penduduk negeri ini amat tergantung pada sumberdaya hayati yang ada.

Manfaat keanekaragaman hayati di Indonesia, kata dia, di samping untuk pelestarian fungsi dan tata air, tata udara, tataguna tanah, juga sangat strategis bagi pengembangan pertanian, yakni untuk pangan, sandang, papan, obat-obatan dan energi bio-massa secara berkelanjutan, selain sebagai potensi ekowisata.

Namun, kesadaran akan fungsi dan nilai strategis keanekaragaman hayati --daratan dan lautan--berupa genetik, spesies, dan ekosistemnya di Indonesia sebagai negara biodiversity, nyaris hampir tak terdengar dalam upaya pembangunan pertanian nasional.

Padahal, keberlanjutan SDA yang dapat terbarukan akan tercapai melalui perlindungan, penelitian dan pengembangan serta pemanfaatan secara berkelanjutan, khususnya dalam pembangunan pertanian dalam kaitan siklus makanan (food cange dan food webs), akan menjadi kunci bagi keberhasilan untuk mensejahterakan rakyat.

Anugerah Nontji, Ahli Peneliti Utama di Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melihat bahwa selama ini, yang banyak dilihat dari sumberdaya hayati masih lebih berorientasi pada daratan, padahal luas kawasan laut dan pesisir di Indonesia lebih besar dari daratan.

"Potensi sumberdaya hayati lautan dan pesisir baru akhir-akhir ini saja dibicarakan, padahal dengan luasannya potensi pemanfaatannya juga sangat besar," kata mantan Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Limnologi LIPI di Bogor, yang pernah mengikuti ekspedisi ke Antartika tahun 1970-1971 itu.

Nontji merujuk pada laut Nusantara yang mempunyai luas sekira 3,1 juta km2, terdiri atas laut teritorial 0,3 juta km2 dan laut pedalaman 2,8 juta km2, di samping perairan ZEEI (Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia) seluas 2,7 juta km2. Selain itu, jumlah pulaunya yang lebih 17.000 mempunyai total panjang garis pantai lebih 80.000 km.

Data itu, katanya, telah memberikan informasi betapa luasnya dimensi ruang Laut Nusantara sebagai tempat hunian bagi banyak biota laut, di samping itu sekira 60 persen penduduk Indonesia bermukin di kawasan pesisir.

Laut Nusantara juga dikenal mempunyai keanekaragaman hayati yang tinggi (marine megadiversity). Rumput laut (makro alga), terdapat lebih 700 jenis, karang batu lebih 450 jenis, moluska lebih 2.500 jenis, ekonodermata sekira 1.400 jenis, krustasea lebih 1.500 jenis dan ikan lebih 2.000 jenis.

"Kekayaan keanekaragaman di perairan itu memberikan potensi yang tinggi pula untuk pemanfaatannya, baik secara langsung ataupun tak langsung," katanya dan menambahkan, manfaat itu diantaranya sebagai sumber plasma nutfah, sumber pangan, bahan baku industri farmasi dan komsteik, penyedia jasa-jasa lingkungan laut, serta pendukung untuk pengembangan kawasan industri dan pariwisata.

Inkonsistensi kebijakan

Kekayaan sumberdaya hayati itu, dalam amatan Aca Sughandy, terjadi inkonsistensi kebijakan dan pelaksanaan konvensi keanekaragaman hayati di tingkat nasional, sebagai perangkat pembangunan nasional.

Kondisi itu tampak pada belum dikembangkanya potesi keanekaragaman hayati indonesia --seperti masalah genes, spesies dan ekosistem-- untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan, obat-obatan, energi dan ekowisata.

"Itu terlihat pada kebijakan nasional yang tidak bertumpu kepada kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup yang bersumber dari keanekaragaman hayati setempat, dan pelaksanaan pembangunan masih dilaksanakan secara sektoral, parsial dan sentralistis untuk memecahkan masalah krisis pangan maupun energi secara sesaat," katanya.

Akibatnya, Indonesia pun menghadapi fenomena yang sedang dihadapi seperti krisis pemenuhan kebutuhan pangan, papan dan obat-obatan dan energi, di samping kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak, selain bencana ekologi dan dampak perubahan iklim lainnya.

Sedangkan dari sisi sumberdaya hayati kelautan, Anugerah Nontji merinci sejumlah faktor utama yang mengancam kelestariannya, seperti pemanfaatan berlebih (over exploitaion) akan sumberdaya hayati, penggunaan teknik dan alat tangkap perikanan yang merusak lingkungan (pengunaan bom, racun, pukat dasar).

Faktor lainnya, pencurian dan penangakapan ikan secara liar, baik oleh nelayan dalam negeri maupun asing, perubahan dan degradasi fisik habitat, misalnya pembangunan fisik di kawasan pantai, pencemaran, introduksi jenis asing (alien species), serta perubahan global dan variabilitas illim seperti El Nino, yang mengakibatkan pemutihan pada karang dan penaikan permukaan laut, serta bencana alam seperti letusan gunung api, gempa bumi dan tsunami.

Kini, agaknya bagaimana keanekaragaman hayati yang beragam itu bisa membumi dan dapat diwujudkan sebagai sarana untuk kesejahteraan bagi rakyat, terpulang kepada seluruh pemangku-kepentingan di Indonesia sendiri, di saat sedang merayakan satu abad kebangkitan nasional.(*)

Sumber : Antara ( 25 Mei 2008 )

Related Posts by Categories



Tidak ada komentar:

Posting Komentar